Sejarah Perkembangan Kerajaan Islam di Papua
Thursday, 8 November 2018
Edit
Penyebaran Islam di Papua sudah berlangsung sejak lama. Terdapat beberapa kerajaan Islam di papua, seperti Kerajaan Waigeo, Kerajaan Misool, Kerajaan Salawati, Kerajaan Sailolof, Kerajaan Fatagar, Kerajaan Rumbati (terdiri dari Kerajaan Atiati, Sekar, Patipi, Arguni, dan Wertuar), Kerajaan Kowiai (Namatota), Kerajaan Aiduma, dan Kerajaan Kaimana.
Dilihat dari sumber tradisi lisan dari keturunan raja-raja di Raja Ampat-Sorong, Fakfak, Kaimana dan Teluk Bintuni-Manokwari, Islam sudah lebih awal ke daerah Papua.
Sejarah Perkembangan Islam di Papua
Persebaran agama Islam di Papua dipengaruhi oleh beberapa pendapat mengenai kedatangan Islam di papua. Pendapat pertama, pada tahun 1360 Islam sudah datang di Papua dan disebarluaskan oleh mubalig asal Aceh, Abdul Ghafar.
Pendapat ini juga disampaikan oleh putra bungsu Raja Rumbati ke-16 (Muhammad Sidik Bauw) dan Raja Rumbati ke-17 (H. Ismail Samali Bauw).
Abdul Ghafar orang yang pertama kali berdakwah selama 14 tahun, dari tahun 1360-1374 di Rumbati dan sekitarnya. Ia kemudian wafat dan dimakamkan di belakang masjid kampung Rumbati tahun 1374.
Pendapat kedua, agama Islam diperkenalkan pertama kali di tanah Papua di jazirah Onin (Patimunin-Fakfak) oleh seorang sufi bernama Syarif Muaz al-Qathan dengan gelar Syekh Jubah Biru dari negeri Arab.
Penyebaran Islam dilakukan pada pertengahan abad ke-16, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya masjid masjid Tunasgain yang sudah berumur sekitar 400 tahun yang sudah dibangun sejak tahun 1587.
Pendapat ketiga, bahwa Islamisasi peradaban agama di Papua, khususnya di Fakfak dikembangkan dan disebarkan oleh pedagang dari Arab bernama Haweten Attamimi dan pedagang-pedagang Bugis melalui banda dan Seram Timur yang telah lama menetap di Ambon.
Proses pengislamannya dilakukan dengan cara khitanan. Hal ini tidak lepas dari ancaman penduduk setempat apabila orang yang disunat mati maka kedua mubaliq akan di bunuh. Namun, akhirnya mereka berhasil dalam khitanan tersebut. Dengan keberhasilan itu, penduduk setempat berduyun-duyun masuk agama islam.
Pendapat keempat, pendapat yang mengatakan proses masuknya Islam di papua berasal dari terjadi pada masa pemerintahan Sultan Mohammad al-Bakir, kesultanan Bacan menganjurkan dan mewajibkan untuk melakukan syiar Islam ke seluruh penjuru negeri, seperti Sulawesi, Filipina, Kalimantan, Nusa Tenggara, Jawa, dan Papua.
Thomas Arnold menyatakan Raja Bacan yang pertama kali masuk Islam adalah Zainal Abidin yang memerintah tahun 1521. Bacan telah menguasai suku-suku di Papua serta pulau-pulau di sebelah barat lautnya, seperti Waigeo, Misool, Waigama, dan Salawati.
Pada tahun 1906, Sultan Bacan meluaskan kekuasaannya hingga ke semenanjung Onin Fakfak, di barat laut Papua. Dengan memengaruhi masyarakat setempat dan menggunakan jasa para pedagang muslim, para pemuka masyarakat di pulau-pulau kecil itu lalu memeluk agama Islam.
Akan tetapi, masih banyak penduduk asli di pedalaman yang belum mau memeluk agama Islam dan masih menganut ajaran animisme.
Pendapat terakhir atau pendapat kelima, Islam di Papua berasal dari Maluku utara (Ternate dan Tidore). Pendapat ini berdasarkan dari sumber sejarah Kesultanan Tidore yang menyebutkan bahwa pada tahun 1443 Sultan Ibnu Mansur (Sultan Tidore X atau Sultan Papua I) memimpin ekspedisi ke daratan tanah besar (Papua).
Setelah tiba di wilayah Pulau Misool dan Raja Ampat, kemudian Sultan Ibnu Mansur mengangkat Kaicir Patrawar, putra Sultan Bacan dengan gelar Komalo Gurabesi (Kapita Gurabesi).
Kapita Gurabesi kemudian dikawinkan dengan putri Sultan Ibnu Mansur bernama Boki Tayyibah. Setelah itu, berdirilah empat kerajaan yang ada di Kepulauan Raja Ampat.
Kerajaan-kerajaan yang ada di kepulauan Raja Ampat itu adalah Kerajaan Salawati, Kerajaan Misool, atau Kerajaan Sailolof, Kerajaan Batanta, dan Kerajaan Waigeo.
Beberapa pendapat dan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa proses Islamisasi yang berada di tanah Papua berlangsung pada pertengahan abad ke-15, banyak dipengaruhi oleh kerajaan-kerajaan Islam yang ada di Maluku, seperti Bacan, dan Tidore. Hal ini juga dipengaruhi letak Papua yang strategis dan menjadi salah satu jalur perdagangan rempah-rempah di dunia.
Dilihat dari sumber tradisi lisan dari keturunan raja-raja di Raja Ampat-Sorong, Fakfak, Kaimana dan Teluk Bintuni-Manokwari, Islam sudah lebih awal ke daerah Papua.
Sejarah Perkembangan Islam di Papua
Persebaran agama Islam di Papua dipengaruhi oleh beberapa pendapat mengenai kedatangan Islam di papua. Pendapat pertama, pada tahun 1360 Islam sudah datang di Papua dan disebarluaskan oleh mubalig asal Aceh, Abdul Ghafar.
Pendapat ini juga disampaikan oleh putra bungsu Raja Rumbati ke-16 (Muhammad Sidik Bauw) dan Raja Rumbati ke-17 (H. Ismail Samali Bauw).
Abdul Ghafar orang yang pertama kali berdakwah selama 14 tahun, dari tahun 1360-1374 di Rumbati dan sekitarnya. Ia kemudian wafat dan dimakamkan di belakang masjid kampung Rumbati tahun 1374.
Pendapat kedua, agama Islam diperkenalkan pertama kali di tanah Papua di jazirah Onin (Patimunin-Fakfak) oleh seorang sufi bernama Syarif Muaz al-Qathan dengan gelar Syekh Jubah Biru dari negeri Arab.
Penyebaran Islam dilakukan pada pertengahan abad ke-16, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya masjid masjid Tunasgain yang sudah berumur sekitar 400 tahun yang sudah dibangun sejak tahun 1587.
Pendapat ketiga, bahwa Islamisasi peradaban agama di Papua, khususnya di Fakfak dikembangkan dan disebarkan oleh pedagang dari Arab bernama Haweten Attamimi dan pedagang-pedagang Bugis melalui banda dan Seram Timur yang telah lama menetap di Ambon.
Proses pengislamannya dilakukan dengan cara khitanan. Hal ini tidak lepas dari ancaman penduduk setempat apabila orang yang disunat mati maka kedua mubaliq akan di bunuh. Namun, akhirnya mereka berhasil dalam khitanan tersebut. Dengan keberhasilan itu, penduduk setempat berduyun-duyun masuk agama islam.
Pendapat keempat, pendapat yang mengatakan proses masuknya Islam di papua berasal dari terjadi pada masa pemerintahan Sultan Mohammad al-Bakir, kesultanan Bacan menganjurkan dan mewajibkan untuk melakukan syiar Islam ke seluruh penjuru negeri, seperti Sulawesi, Filipina, Kalimantan, Nusa Tenggara, Jawa, dan Papua.
Thomas Arnold menyatakan Raja Bacan yang pertama kali masuk Islam adalah Zainal Abidin yang memerintah tahun 1521. Bacan telah menguasai suku-suku di Papua serta pulau-pulau di sebelah barat lautnya, seperti Waigeo, Misool, Waigama, dan Salawati.
Pada tahun 1906, Sultan Bacan meluaskan kekuasaannya hingga ke semenanjung Onin Fakfak, di barat laut Papua. Dengan memengaruhi masyarakat setempat dan menggunakan jasa para pedagang muslim, para pemuka masyarakat di pulau-pulau kecil itu lalu memeluk agama Islam.
Akan tetapi, masih banyak penduduk asli di pedalaman yang belum mau memeluk agama Islam dan masih menganut ajaran animisme.
![]() |
Kesultanan Tidore |
Setelah tiba di wilayah Pulau Misool dan Raja Ampat, kemudian Sultan Ibnu Mansur mengangkat Kaicir Patrawar, putra Sultan Bacan dengan gelar Komalo Gurabesi (Kapita Gurabesi).
Kapita Gurabesi kemudian dikawinkan dengan putri Sultan Ibnu Mansur bernama Boki Tayyibah. Setelah itu, berdirilah empat kerajaan yang ada di Kepulauan Raja Ampat.
Kerajaan-kerajaan yang ada di kepulauan Raja Ampat itu adalah Kerajaan Salawati, Kerajaan Misool, atau Kerajaan Sailolof, Kerajaan Batanta, dan Kerajaan Waigeo.
Beberapa pendapat dan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa proses Islamisasi yang berada di tanah Papua berlangsung pada pertengahan abad ke-15, banyak dipengaruhi oleh kerajaan-kerajaan Islam yang ada di Maluku, seperti Bacan, dan Tidore. Hal ini juga dipengaruhi letak Papua yang strategis dan menjadi salah satu jalur perdagangan rempah-rempah di dunia.